top of page

Tolong, Jangan Ganggu Aku!

  • Khoirunnisa (Redaksi)
  • May 14, 2017
  • 3 min read


“Lagi ngapain, Nduk?Udah makan?”


Lagi-lagi ibuku bertanya soal keseharianku. Hidup sebagai mahasiswa di tanah rantau yang jauh dari orangtua membuatku harus mandiri.Awalnya aku merasa senang dengan perhatian yang diberikan ibu padaku tapi lamakelamaan aku merasa dia semakin bawel.Setiap hari selalu menanyakan hal yang sama, sudah makan belum? Kuliah tadi ngapain aja? Aku bosan dengan pertanyaan itu. Akhirnya kuputuskan untuk membalas SMS ibuku dengan singkat.

Sore hari berikutnya, aku mengikuti rapat yang diadakan olehsuatu UKM.Ketika rapat sedangberlangsung, kurasakan ada yang bergetar di saku rokku.Getaran singkat itu kuabaikan. Selang beberapa menit kemudian, getaran singkat itu berubah menjadi getaran yang lama seperti gempa bumi.Kulihat layar ponselku, ternyata ibuku sedang menelepon. Kuabaikan lagi telepon dari ibuku tersebut. Beberapa menit kemudian ponselku bergetar lagi, di layarnya masih tertera nama yang sama seperti penelepon pertama tadi. Kuputuskan untuk mengangkat telepon ibu karena ini satu-satunya cara agar getarantersebutberhenti. Setelah izin pergi ke kamar mandi, kuangkat telepon dari ibuku.


“Kamu kemana aja, Nduk?Kok teleponnya ga dijawab? Kamu ga kenapa-napa kan, Nduk?Ibuk khawatir kamu kenapa-napa.”


“Aku ga kenapa-napa, Buk.Ibukngapain telepon aku terus, aku lagi sibuk.”


“Ibuk kangen pengen denger suaramu, Nduk.Kalolewat sms ibuk ga bisa denger suaramu. Yaudah kalo ibuk ganggu ibuk minta maaf, Nduk.”


“Yaudah aku tutup dulu ya,Buk.”


“Iya, Nduk.”


Aku kembali ke ruang rapat dengan perasaan kesal karena telepon ibu tadi. Kuliah sesi satu adalah sesi yang menyebalkan bagiku.Bagaimana tidak, kemarin pulang telat karena rapat, ditambah malamnya harus mengerjakan tugas yang sangat banyak hingga membuatku tidur telatdanmesti ditambahlagikeharusanuntuk bangun pagi karena kuliah sesi satu. Dosen yang mengajar matkul ini cukup tegas sehingga aku takut jika terlambat. Setelah kuliah berjalan beberapa saat, tiba-tiba terdengar bunyi ringtoneHP. Sepertinya aku kenal dengan suara ringtone ini.Astaghfirullah, itu bunyi ringtone panggilan HP-ku, aku lupa untuk mengubah mode suara menjadi senyap. Seketika aku menjadi pusat perhatian di kelas. Dosenpun langsung menegurku.Wajahku mendadak menjadi merah menahan malu. Setelah sesi berakhir, kutelepon kembali orang yang telah membuatku malu pagi ini.


“Ibuk apa-apaan sih, kenapa menelepon pagi-pagi?”


“Ibuk tadi cuma pengen mastiin kamu ga ketiduran, Nduk.”


“Tapi Buk, telepon ibuk tadi ngebuat aku jadi ditegur dosen.Mulai sekarang ibuk jangan nelpon aku lagi.”


“Tapi, Nduk…”


Kumatikan sambungan teleponku dengan ibu. Aku sudah sangat kesal dengan ibu. Sehari, dua hari tidak ada panggilan dari ibu. Aku berpikir mungkin ibu tidak ingin mengangguku lagi. Aku sempat beberapa kali lupa shalat subuh karena ketiduran, hingga lupa sarapan dan akhirnya demam. Di saat seperti itu suara ibu mulai terngiang di telingaku. Ada perasaan kehilangan yang tiba-tiba menjalari perasaanku. Aku kini yang justru sibuk melirik ponsel dan berharap segera bergetar. Nihil.


“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil’.” Ustadz menyampaikan penggalan surat Al-Isra dalam kajiannya.


Deg, tiba tiba aku merasa hatiku seperti dipukul begitu mendengar isi kajian yang baru-baru ini aku ikuti. Aku baru sadar jika kata-kataku kemarin mungkin melukai ibuku, mengabaikan pesannya saja mungkin sudah membuat hatinya terluka apalagi dengan ucapanku kemarin. Segera kuambil ponsel dan menelepon ibuku.


“Ibuk, aku minta maaf ya, udah bilang kaya gitu ke ibuk.”


“Iya Nduk, ibuk maafin, ibuk juga salah kemarin sembarangan nelpon kamu.”


“Ibuk ga salah kok, aku yang teledor kemarin.Maafin ... ya, Buk.”


“Iya Nduk, udah ibuk tutup ya teleponnya. Lagi ngurusin adekmu nih.”


“Iya, Buk, titip salam buatadek juga ya.. hehe.”


Semenjak saat itu aku tidak pernah mengabaikan pesan dan panggilan dari ibuku lagi. Perhatian dari ibu menunjukkan bahwa ibu sangat menyayangi anaknya yang nakal ini.

Comments


DENGAN UKHUWAH KITA MELANGKAH

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey YouTube Icon
  • Grey Instagram Icon

© 2017 by Divisi Penerbitan Rohis STIS

Dengan Media Kita Berdakwah

bottom of page