top of page

PEMAHAMAN TENTANG CINTA

  • Writer: ROHIS STIS
    ROHIS STIS
  • Sep 25, 2017
  • 2 min read

Bicara cinta, bagaimana pendapat teman-teman tentang cinta?

Setuju atau tidak kalau kita katakan cinta adalah sejenis penyakit memabukkan yang membuat penderitanya lupa diri?

Coba kita lihat fenomena diluar sana, banyak sekali anak muda masa kini yang mengekspresikan rasa cintanya dengan pegang sana sini dan bermesraan layaknya sudah berstatus suami istri. Siapa yang bisa menjamin mereka tidak akan kebablasan? Naudzubillah, islam saja melarang bersentuhan dengan orang yang bukan mahramnya, apalagi sampai kebablasan dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sebenarnya, cinta adalah fitrah manusia. Jadi, tidak ada yang salah jika kita mencintai atau dicintai seseorang. Akan tetapi, islam sudah mengatur bahwa cinta tidak bisa serta merta ‘diluapkan’ begitu saja. Cinta yang benar adalah cinta yang dapat menuntun kita menuju surga, yaitu mencintai seseorang karena Allah.

“Barangsiapa yang ingin meraih kelezatan iman hendaklah ia mencintai seseorang hanya karena Allah.” Hasan lighairihi, diriwatakan oleh Waki’ dalam Kitab az-Zuhd 9337) dengan sanad yang shahih dari Ali bin Al-Husain secara marfu.

Ciri-ciri seseorang yang mencintai karena Allah bisa kita tengok dari kisah cinta Fatimah Az Zahra dan Ali bin Abi Thalib yang berjodoh setelah sekian lama saling mencintai dalam diam. Ali tidak pernah terobsesi untuk memiliki Fatimah, bahkan ikhlas jika Fatimah menerima lamaran dari Abu Bakar Ash Shiddiq atau Umar bin Khattab karena Ali tahu bahwa Allah yang sepenuhnya memiliki makhluk ciptaan-Nya. Nah, jika seseorang masih punya obsesi untuk memiliki orang yang dicintainya, maka cintanya masih berlandaskan nafsu.

Mencintai karena Allah berarti selalu mengharap kebaikan untuk orang yang dicintai. Ali pun mendoakan agar Fatimah selalu mendapat kebahagiaan meskipun Fatimah harus hidup bersama orang lain. Setelah menikah, Fatimah bercerita pada Ali bahwa sebelumnya ia telah memendam rasa pada seorang pemuda. Mendengar hal itu, Ali merasa bersalah karena mengira telah merenggut kebahagiaan Fatimah. Ia ikhlas jika harus melepas Fatimah untuk pemuda itu. Tak disangka-sangka, pemuda yang dimaksud Fatimah adalah dirinya. Melalui kisah Fatimah dan Ali, kita dapat meneladani kesabaran mereka dalam menahan perasaan karena tak mau terjerumus dalam perbuatan zina. Lalu, kita harus menempatkan Allah diatas segala-gala cinta. Tenang saja, jodoh sudah diatur Allah. Kita tinggal berdoa dan terus memantaskan diri agar jodohnya sesuai harapan.

Satu lagi yang perlu digarisbawahi, cinta karena Allah sebenarnya tak melulu soal lawan jenis, tetapi berlaku secara universal. So, jangan ragu untuk belajar mencintai saudara kita karena Allah Ta’ala.

(Saraswati Dyah Pramuji)

(dari berbagai sumber) 

DENGAN UKHUWAH KITA MELANGKAH

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey YouTube Icon
  • Grey Instagram Icon

© 2017 by Divisi Penerbitan Rohis STIS

Dengan Media Kita Berdakwah

bottom of page